Dia tampak asyik dengan buku-bukunya. Larut di depan laptopnya. Senyumnya mengembang cantik sementara pikirannya melayang-layang seperti membayangkan sesuatu yang indah.
Terkadang gua terbangun dan melihat dia sedang asyik menerima telepon, entah dari siapa. Dan biasanya setelah itu, gua merasa hati gua remuk redam ketika mendengar suara tertawanya yang renyah dan ditambah pula dengan mata yang berbinar-binar penuh bintang.
The kind of laughter that I never knew…!
For the whole three years we’ve been together, baru pertama kali ini gua mengetahui bahwa bintang-bintang yang hilang di saat hujan datang itu ternyata bersembunyi di dalam biji matanya! Those beautiful and sparkling stars were always there, tapi gua sama sekali buta… Sama sekali..
Ketika dia mengetahui gua memandanginya, segera dia bilang, “Eh. Lu jadi kebangun, ya?” Dan dia pun beringsut menjauh. Ya. Menjauh dari ranjang yang tak pernah hangat oleh tubuhnya. Dari ranjang yang hanya beberapa kali ditidurinya bersama gua di sampingnya.
Hanya ketika…
Dua pasang manusia berusia menjelang enam puluhan, yang datang berkunjung, untuk menanyakan kabar perkawinan kami dan menasehati gua dan perempuan cantik itu tentang bagaimana harus bersabar untuk memiliki momongan.
Iya.
Momongan.
Bayi.
Anak.
Tiga jenis pilihan kata untuk hal yang sama. Penerus keturunan. Yang tidak akan pernah ada di dalam perut perempuan itu. Yang tidak akan pernah menggeliat manja di dalam rahimnya. Tidak akan pernah.
Hm..
Setidaknya…
Bukan karena benih gua.
***
Tell me, what kind of man would I be?
Living a life without any meaning
And I know you could surely survive without me
But if I have to live without you
Tell me, what kind of man would I be?
(What Kind of Man Would I Be — Chicago)
Dia tak pernah betah.
Selalu berlari-lari dan menghabiskan waktunya di luar. Entah menyisip kopi di kedai kopi mahal di lantai dasar sebuah mal, tengah kota. Entah sekadar mengetik sesuatu di laptopnya dari pukul delapan pagi sampai menjelang tengah malam. Dia akan melakukan apa saja untuk menjauh dari neraka yang diciptakannya sendiri, tiga tahun yang lalu.
Neraka yang dia sebut sebagai Perkawinan.
Dengan gua.
“Gue sadar ini pilihan gue, kok…” selalu itu kalimat pamungkasnya. Senjatanya yang paling canggih untuk membuat mulut gua bungkam. Setelah pertengkaran yang entah sudah keberapa ribu kali, gua sudah mulai hafal bagaimana runutnya dia melemparkan argumentasi.
Pertama. Dia akan cerita tentang betapa pengertiannya dia terhadap orang tuanya. Okay. Orang tua kami berdua.
Kedua. Dia akan lantas bicara panjang lebar tentang hebatnya dia yang bisa menipu dirinya sendiri.
Dan lantas, dia akan bilang, bahwa ini pilihannya. Terjebak dalam kontrak seumur hidup dengan laki-laki yang tak pernah dia sentuh, bahkan saat dia mabuk sekalipun!
“Sekarang sampai kapan lu nahan gue, hah? Sampai kapan?” Dia selalu menantang gua dengan pertanyaan itu. Pertanyaan yang keluar sangat berisik dari bibirnya yang tipis, hitam, dan bau nikotin.
Gua terdiam. Capek!
“Kalau bukan karena elu dan pacar sialan elu itu, gue nggak akan terjebak di sini! Ngerti, nggak, lu?!” Matanya memerah. Sepertinya dia sedang mabuk. Bau alkohol itu menyeruak keluar dari mulutnya setiap kali ia berteriak dan mengomel. Membuatnya menjadi perempuan yang sama sekali tidak cantik, tidak seperti saat ia akhirnya kecapekan dan tidur di atas sofa. Wajahnya begitu cantik. Begitu manis. Dan begitu tenang. Pastinya.. Tidak seperti sekarang.
Lalu dia pun berlari ke kamar mandi. Memuntahkan sesuatu di sana. Dari balik pintu kamar mandi, suaranya terdengar cukup jelas dan membuat hati gua berdesir.
It wasn’t in my plan to hurt her…
I didn’t mean to even make her cry.
I just want to be loved, to be free.
And she said, she could help me.
Tapi dia tidak pernah menyangka, kalau perlahan-lahan, gua kehilangan semua rasa yang menjadi alasan gua memilih untuk hidup bersamanya. Gua kehilangan semua rasa yang mengawali kenapa gua memutuskan untuk menjadi suaminya dan dia menjadi istri gua lalu memboyongnya ke dalam sebuah apartemen mewah setelah melalui prosesi adat yang melelahkan.
Lelah karena ritual yang panjang.
Lelah karena kepura-puraan yang terlalu panjang.
Jangan dipikir aku nggak capek…
Jangan dipikir aku nggak sakit…
Aku sakit juga, kamu tahu itu? Kamu rasakan itu?
Ya.. Aku sangat, sangat sakit.
Tapi aku nggak bisa membiarkan kau pergi. Tidak.
Because I’m in love with you..
And it kills me!
In this case… yes, I really do think so 😦
Kita lihat lanjutnya ya, Dek…
😀
It really does.. 🙂
Hihihi..
Hilman, Hilman.. Nungguin nulis bareng kamu, kelamaan.. Yang ada aku ambil semua perannya.. hihihi…
Kamu sih emang pantes dan menjiwai sekali jadi bencong.
Wong kamu itu ben…
ups.
Nggak kok.. ganteng, kok.. beneran… (usaha biar ditraktir lagi! hahaha)
nice posting
Tuhan telah membuat segala sesuatu indah pada saatnya
dari dalam Dialah mengalir kasih, cinta dan kesetiaan
cinta tak memberikan apapun
kecuali keseluruhan dirinya
utuh penuh
diapun tidak mengambil apa-apa
kecuali dari dirinya sendiri
jeung lala tulisan di atas maksudnya apa ya?
saya dapat dari seorang perempuan…
mmmm aku mau ngasih 2 jempol ke aunty. Siiip banget. Udah dech ga usah bikin novel bareng,aunty. Habis meranin cowok juga bisa,nah ntar cowok yang auntu ajak minder lho 😛 becanda aunty…. 😛
Mantaaapppp
mm….kok rada2 terharu y bacanya…mencintai seseorang mmg kadang membuat Qta menjadi kuat untuk menerima dan menghargai pasangan Qta…nice
eh, foto barunya manis banget dech..hehe… 😀
[Because I’m in love with you..
And it kills me!]
nek basa jawane, cinta itu buta !
sekarang baru program penggalakan fiksi tah ?
dan baru tahu kali ini, bahwa lala itu juga seorang cowok, hihihi…..
Jeung… Makasih ya buat semuanya…. Bahagia banget aku punya kamu….. Kapan ya jeung kamu bisa kesini lagi ? Temani aku buat melewati ini semua…. Kangen banget sm kamu.. Love u so much Dear…
Last sentences “Because I’m in love with you..
And it kills me!”
Waktu memberi kesempatan tumbuhnya cinta…walaupun hampa terasa…..Tetapi saya percaya, sesuatu itu akan indah ada saatnya..Jika kita percaya sama Yang Kuasa…karena kehidupan berkembang karena cinta, dan binasa karena hilangnya cinta
Hmm, pria berkacamata itu khan 😀 nggak salah lagi nih kayaknya…..(biang gosip mode ON + Loudspeaker)
manggut-manggut-manggut…
Dibikin novel, Jeung.. lalu bikin buku lagi dan dikirim ke rumahku lagi 😉
ini nyambung gak si ..sama yang sebelumnya?
sorry semalam gak chatting , kecapekan deh, tangguh tidur dengan manisnya di sebelah gue, gak akan tega juga gue ninggalin dia la 🙂
jadi ..kapan nih rencana kita bertiga untuk membuat tulisan fiksi bersambung 😀
La…dan sekarang ..gue bahkan tidak bisa untuk membuka blog lo dari kantor gue..
SHIT!
Siap-siap dikembangkan sebagai materi novel nih…
Uhuy! 😉
Hidup gembul!
ah cinta…
melelahkan,
membingungkan,
dan…
menyenangkan… 🙂
My Family..
love works mysteriously and somehow u love the feeling even it often kills u…..cinta…deritanya memang tiada tara (Pat Kai,….)
Cinta
Kenapa engkau ada
Walau kadang akhirmu adalah duka dan derita
Mengoyak rindu kehamparan rasa benci
Menikam sembilu hati , yang suci tak mengerti
Cinta
Tanpamu hidup terasa sepi
Membujur kaku dalam pekat tak bertepi
Meratapi mimpi yang lelah tuk dinanti
Tanpa makna dan juga tanpa arti
Cinta
Rapatkan aku dalam pelukmu
Hangatkan tubuhku dengan belaimu
Tenangkan aku dalam dekapmu
Jangan kau sakiti apa yang telah kumiliki
Cinta tidak pernah salah,Namun IA bisa buat kita jadi serba Salah 😀
sorry ane rada lemot…ora pati mudeng…tapi kalo lihat kalimat terakhir “Because I’m in love with you..
And it kills me!”semakin menegaskan kalo batas antara cinta dan benci itu tipis banget ya…iya nggak? …kalo soal cinta2an ane katrok berat…lagi2 ngga mudeng
Menunggu terusannya
masih ada lanjutannya kan La?
hehehe…
any word with the deep, deep, deep sense..
Hmm… karena cinta kita tertawa, karena cinta kita menangis
Karena cinta adalah chapter yang terpanjang dalam hidup setelah kelahiran dan sebelum mati
Nice story, keep it flow babe
hmmm…..
*bertopang dagu, kepala miring kekanan*
kawin kontrak yah ?
kok gak nyambung ama cerita saya i’m in love…
hmmmm…. I think you take part of two person here, if I’m not mistaken.
nice post, indeed!!! 🙂
terus?