Perempuan itu selalu kulihat, Mas. Di sana, di matamu.
Haaii…
Akhirnya setelah seharian ribet ngurusin kerjaan, sekarang saya berhasil duduk manis di depan komputer, demi untuk meng-update blog saya, dan juga sekaligus mengakhiri kegalauan kalian.
Hahay! Emang ada apaan, sih, sampai galau segala? Continue reading
Hey, Dad!
It’s your (not so) little girl, Lala. And I am missing you like too much.
Today is your birthday. You are supposed to be here, celebrate this beautiful day with us; your daughters, sons, and the grandkids. You are supposed to be here and blow the birthday candle with us. Cut the birthday cake, spoon it to your little baby grand daughter and son, and kiss them gently in the forehead. What a perfect birthday, ah Dad?
But, life is not perfect, isn’t it?
You are not here. You are no longer here.
You are now spending the rest of your times in Heaven while I am still here; saving all the good deeds as a one way ticket to your place someday.
You’re in heaven.
I’m in too far from heaven.
Life is never perfect. It is just beautiful, sometimes. Messy, most of the times. But every moment we have shared for 30 years of my life been unforgetable. I won’t replace them for anything, except that guaranteed one way ticket to heaven so I can be with you and spend the rest of our waiting days together.
Dad,
Since we are now too far apart, let me just send you the prayers. Wish we could be together someday with the rest of our family. Celebrate not just your birthday, but any ordinary days together.
I love you, Dad.
I miss you so much.
Take care. And I’ll see you again, someday.
Or I’ll see you again… any minute now, in my dream.
*peluk cium*
I’m getting married. Setelah sekian lama, saya akhirnya menemukan lelaki (khilaf) yang akhirnya mampu melihat kelebihan-kelebihan saya… Ok, selain lemak-lemak yang sering salah tempat itu. Hehe.
Kali ini, saya tidak menjebak kalian dengan cerita-cerita yang saya pelintir sana sini, sehingga di ujung tulisan kalian merasa: “Dem! Kirain Lala kawin beneran…” Because my friends… this time it’s true. I met a guy, he proposed, and we are finally getting married in a few months. Super yey! Continue reading
taken from: http://www.skullymasta.blogspot.com
Apa istimewanya dari perempuan seperti aku? Cermin manapun, di belahan dunia manapun, tidak akan lantas serta-merta berbohong hanya demi menyenangkan hatiku saja.
Aku adalah perempuan kebanyakan yang tidak pernah merasa istimewa. Tidak cantik, atau menarik. Tidak pintar, atau merasa lebih unggul dari perempuan lainnya. Aku, perempuan biasa yang butuh untuk dicintai dengan cara luar biasa.
Olehmu.
Oleh lelaki sempurna sepertimu. Continue reading
Saya tidak pernah merasa baik-baik saja ketika harus meninggalkanmu, pulang kembali ke kotaku.
Saya tidak pernah merasa baik-baik saja ketika harus membuatmu merasa bersedih karena takut saya tidak akan kembali pulang, ke kotamu.
Saya tidak pernah merasa baik-baik saja melihat kamu, perempuan yang saya cintai, sedang meragukan kesetiaan saya hanya karena kamu ingin meladeni ledakan hormonal tiap bulanmu.
Siapa bilang saya baik-baik saja? Continue reading
“Apa artinya kekasih yang tak bisa kamu kecup bibirnya setiap kali kamu mau?”
Aku diam saja.
“Apa artinya kekasih yang tak melihat warna lipstick terbarumu dan mengomentari flat shoes warna kesukaannya saat pertama kali kamu memakainya?”
Masih, aku diam.
“Apa artinya kemana-mana sendiri, dengan jari-jemarimu yang tak terangkum mesra oleh jari-jemari kekasih?”
Aku tak bisa bicara apapun juga.
“Apa artinya kekasih yang tak bisa kamu peluk sewaktu-waktu kamu butuh, karena hanya pelukannya yang mampu menumbuhkan keberanianmu?”
Perlahan, hatiku mulai ngilu. Continue reading
Taksi, di pagi buta.
Ponsel saya berdering, taksi sudah menunggu di lantai bawah. Siap membawa saya pergi.
Seonggok tas ransel sudah siap di pintu depan; ransel yang sudah terisi penuh oleh pakaian, laptop, dan tumpukan kenangan yang baru saja kita ciptakan dua minggu penuh, sebelum pagi ini. Siap saya bawa pergi lagi, siap saya bawa terbang lagi, menuju kota yang sebenarnya tak ingin saya tinggali. Saya hanya ingin tinggal di kota ini, bersamamu. Tahu? Continue reading
“Bagaimana kita bisa sampai di sini?” tanyamu di suatu malam, saat kamu bebas memeluk dan menciumku di atas sofa empuk, persis di depan televisi, di ruang tengah apartemenku.
Aku makin menyusupkan tubuhku di pelukanmu. Membuatnya semakin hangat dan seolah punya keinginan untuk meleburnya menjadi satu. Lalu menoleh, memandangmu, dan menjawab, “Kamu membeli tiket pulang. Aku mengambil cuti panjang. That’s how we get here.” Continue reading