Aku duduk di sebuah warung, di suatu pagi, menanti mobil sedan sang Kakak Lelaki yang sedang dicat bagian belakangnya di sebuah bengkel pinggir jalan. HariΒ itu, matahari sudah bersinar terang sekalipun jarum jam tanganku masih menunjuk di antara angka delapan dan sembilan, sehingga dengan terpaksa, aku menyeret langkahku untuk membeli minuman dingin — favoritku adalah Coca Cola dengan es batu. Maklum, panas sekali hari itu.
Warung itu masih sepi. Tak ada satupun orang yang menyesaki warung itu kecuali aku dan seorang pemiliknya; lelaki tua, usia delapan puluhan, dengan tubuh ringkih, dan rambut yang pigmennya luntur.
Kusapa dia dan segera kupesan Coca Cola dan es batu itu. Dengan cekatan, meski lambat, Bapak Tua itu segera meladeni permintaanku. Membuka botol minuman berkarbonat itu, memecah es batu, meletakkannya di dalam gelas bertelinga, dan menyodorkannya padaku. Dengan senang hati, kuterima sodoran gelas darinya, kutuangkan isi botol itu, dan kuminum perlahan, menikmati aliran air dingin manis itu ke dalam tenggorokan.
Benar-benar Surga di teriknya hari begini! Continue reading