Kamu tahu apa yang paling menyenangkan menjadi seseorang yang suka menulis?
Hm, kalau menurutku, yang paling menyenangkan menjadi seorang yang suka menulis sepertiku adalah karena aku bebas membentangkan imajinasiku seluas-luasnya, bercerita tentang apapun tanpa batas yang pasti, dan menjadi siapapun yang aku mau.
Aku bisa menjadi seorang perempuan atau lelaki. Anak-anak kecil, perempuan pekerja, atau lelaki jompo. Pebisnis sampai pengangguran. Perempuan biasa sampai manusia yang memiliki indera keenam. Tinggal di sebuah desa atau di negeri moderen bikinanku sendiri.
I’m like a god in my own world.
Menciptakan perasaan, menciptakan emosi, menciptakan karakter, menciptakan jalan hidup, menciptakan sebuah akhir… Ya. Hal-hal yang tdak akan pernah bisa kuwujudkan dalam kehidupan nyata karena aku hanyalah manusia yang tak ubahnya seperti sebutir debu di mata Allah yang kucintai.
Bukan maksudku ingin menyaingi Tuhan, lho. Tapi dengan menulis cerita-cerita fiksi, aku seperti bergairah untuk meniadakan segala batas berpikirku. Aku bebas lepas menjadi seseorang yang bukan Lala Purwono. Aku bisa menjadi siapapun yang aku mau.
Pelacur, pun, pernah.
Istri Simpanan, pun, pernah.
Sampai menjadi seorang perempuan yang hobi operasi plastik, pun, aku juga pernah.
Sudah kubilang, kan, kalau dengan kebisaanku menulis sebuah cerita, aku bisa menjadi siapapun yang kuinginkan? I live in a world where I rule everything. I may sound selfish, tapi aku bohong kalau aku tidak menyukainya! Yay!
*
Karena kesukaanku menulis cerita-cerita fiktif yang mirip dengan kisah nyata, banyak yang bertanya-tanya, “Ini cerpen atau kisah nyata, sih, La?”
Padahal saat itu aku menulis kisah nyata.
Lalu suatu kali aku menulis cerita fiktif, eh, disangkanya malah aku sedang bercerita tentang diriku sendiri, seperti kisah seorang perempuan bernama Mela yang dengan besar hati memaafkan kesalahan suaminya, seperti yang kutulis di cerpen “Lelaki Itu, Suamiku”. Beberapa ada yang menyangka bahwa itu kisah nyata. Padahal, aku mengarang bebas. Sangat bebas!
Ketiadaan batas yang jelas antara fiksi dan non fiksi itu pernah membuat sebuah surat elektronik mampir ke kotak suratku. Sebuah surel dari seorang perempuan, hampir setahun yang lalu, yang mendadak bertanya, “Mbak, boleh minta alamatnya Dokter Pras, nggak, ya? Soalnya silikonku bocor, berantakan semua. Aku mau konsul ke Dokter Pras seperti yang mbak ceritakan waktu itu..”
Nah lho.
Dokter Pras.
Silikon.
Aku pernah cerita apa soal silikon dan Dokter Pras sampai-sampai datang sebuah surel yang terbaca begitu desperate itu…
Sungguh, aku berpikir sangat keras. Sangat, sangat keras, sampai-sampai aku mengaduk-aduk koleksi cerita-ceritaku. Dan setelah beberapa saat kemudian, aku menemukan jawabannya.
Astagah…
Ternyata perempuan yang mengirimiku surel itu rupanya menyangka kalau cerita fiktif yang kutulis di bulan Mei 2009 kemarin adalah kisah hidupku sendiri. Sebuah cerpen berjudul “Perempuan yang Palsu” yang bercerita tentang seorang perempuan yang sekujur tubuhnya adalah hasil kreasi dokter-dokter bedah plastik dan diolok-olok sebagai perempuan yang palsu oleh perempuan-perempuan lainnya, sementara dia merasa bahwa hatinya yang seratus persen asli itu adalah seorang perempuan yang baik dan bukan perempuan-perempuan berselimut kebaikan padahal aslinya menyebalkan. Paling tidak, sekalipun ‘kemasannya palsu’ tapi hatinya ‘asli’, tidak seperti mereka.
Tulisan itu aku buat ketika aku sedang keranjingan menulis cerpen-cerpen, tapi rupanya ada seorang perempuan yang menyangka bahwa tulisan itu adalah kisah hidupku dan tidak mengindahkan kategori tulisannya. Jelas-jelas tulisan itu kumasukkan dalam kategori FIKTIF, yang tentu saja artinya ya fiktif, bukan beneran!
Oloh, oloh.
Saat itu aku berada di tengah-tengah.
Ingin tertawa, tapi juga kasihan.
Dia tentunya mengirimkan surel itu karena dia benar-benar membutuhkan Dokter Pras.
Tapi dia membuatku tersenyum karena berarti dia benar-benar menyangka kalau aku sudah melakukan bedah plastik di mana-mana.
Oalah. Lha wong tubuhku masih montok begini, idung masih tiarap begini, kok ya disangka operasi plastik, tho, yaaa… π
**
Memang, menulis fiksi adalah kegiatan yang menyenangkan. Aku bisa menjadi siapapun yang aku inginkan, bisa membuat alur cerita yang aku inginkan, bisa menuangkan segala ide dan keinginan di dalam sebuah tulisan, merawinya seperti keinginanku sendiri. Orang-orang tak boleh protes, karena jelas ini adalah fiksi.
Orang tak mungkin memiliki indera ketujuh, misalnya, tapi kalau aku menginginkannya ada dalam fiksiku, memangnya salah?
Hehe. Egois banget, ya?
Sampai kini aku masih rajin menulis fiksi. Jika sedang miskin ide, aku akan menulis fiksi saja. Jika aku sedang tidak bisa bercerita tentang kejadian-kejadian yang menimpa hidupku, aku akan menulis fiksi saja. Dan ya, jika aku ingin curhat tapi takut ketahuan, aku juga lebih memilih untuk melabelinya dengan fiksi saja. Hehe, tentu saja supaya aku bisa bebas berkelit kalau kamu menyangka yang bukan-bukan… π
Sungguh menyenangkan menulis fiksi.
Sayangnya, aku belum sehebat JK Rowling yang bisa menulis tentang Harry Potter atau Stephanie Meyer yang bisa mengarang buku-buku setebal ganjal pintu berjudul Twilight sampai The Breaking Dawn itu.
Tapi nggak apa-apa, lah.
Yang penting aku sudah memodali diriku dengan kesukaan menulis fiksi. Suatu saat kelak, kalau sedang keracunan ide menulis tentang hal-hal aneh semacam penyihir atau vampir vegetarian, aku pasti akan menuliskannya.
Untuk sementara, aku menulis apa yang aku bisa saja dulu, deh. Hm, menulis tentang perempuan yang sedang tertarik dengan seorang lelaki yang tak pernah dilihatnya tapi begitu menarik perhatiannya sejak saling berinteraksi lewat sebuah blog, misalnya?
Haha…
Fiktif, lho, ya… Fiktif… *kedip-kedip*
***
Kamar, Selasa, 30 Maret 2010, 10:10 Malam
fiktif tp dibumbui buanyak pengalaman pribadi nie kyanya…
*kaboooor*
Hehehe.. buanyak buanget, ya, Nge… hihihi
Untuk sementara, aku menulis apa yang aku bisa saja dulu, deh. Hm, menulis tentang perempuan yang sedang tertarik dengan seorang lelaki yang tak pernah dilihatnya tapi begitu menarik perhatiannya sejak saling berinteraksi lewat sebuah blog, misalnya?
Yaa.. cuman fiktif toh? Abis ceritanya kok mirips ma kisah seseorang yang gua kenal yaa, Laa? Ahahaha :p
Pa kabar, Neng? π
Hahahaha… Mirip sama siapa, sih? Gue kenal nggak sama diaaa… :p
Kabar baik Neng…
Elo apa kabar??
kirain yang lelaki itu suamiku itu beneran. hehehe.
Hahaha… tertipppuuuuu… π
Tapi, oh, tapi. Kejadiannya didasari kenyataan sih.. Jadi, nggak terlalu tertipu, deh, Man.. π
Huaaah… hebatnya yang bisa menulis fiksi. Ide2nya sangat banyak di kepala… π
Kadang idenya banyak, tapi moodnya yang nggak dapet… hehehe… sedih bener.. π
Hahahahaa….
Menulis memang membebaskan kita menjadi siapaun La, aku suka dengan topik-topik dan tokoh yang dirimu ambil. So cool!
Kasihan si mbak yang silikonnya bocor itu, kamu harus tanggung jawab, minimal carikan info dokter operasi plastik kekekeek…
Matur nuwun, ya, Mbak Zee…
Kalo soal silikon bocor itu, terus terang aku merasa bertanggung jawab sekali. Sampai-sampai aku berusaha browsing untuk cari tahu siapa dokter bedah plastik yang cihui di Surabaya… hahahaha… gelo, gelo…
reaksi dr pembaca, membuktikan kalau memang dirimu sangat piawai dlm mengolah kata, hingga merekapun ”tertipu”, Jeung.
salam
Hehehe… tapi aku bukan penipu lho, Bun… π
Makasih buat pujiannya ya, Bun..
ooo kirain semuanya bener hehehe aku tertipu
Ups! Maafkaaan… π
jadi penulis memang bebas menentukan karakter sendiri
tapi kadang seorang pembaca juga larut dan bahkan terpengaruh dengan karakter yang dibangun penulis, jeung lala udah merasakan sendiri kan reaksi pembaca gimana?
He eh. Ternyata reaksinya bisa sehebat itu, padahal aku menulis sesuatu yang hanya hasil imajinasi aja…
Aku juga berimajinasi hebat saat membaca novel-novel. Mungkin, memang seperti itulah yang dirasakan pembaca saat menikmati sebuah tulisan.. π
Mantap…mantap… mau nulis fiksi juga ah π
Monggo, monggo.. silahkan… π
jangan lupa ditaruh di kategori FIKSI ya mb kalo pas nulis fiksi, biar tt gk tertipu..hehehehe
Iya, nulis fiksi memang menyenangkan. Kalo sampai ada yang ‘tertipu’ itu tandanya fiksinya hidup. Hebat mb..
Tt juga suka nulis fiksi, hanya saja belum pintar. Apalagi bikin ‘ganjal pintu’ kek Twilight gitu, ky The Blings of My Life aja belum sanggup…Hihihi.. π
Hehehe… selalu kuletakkan dalam kategori fiksi, Dek.. π
Oh ya, soal fiksinya hidup.. waduh, aku sebetulnya nggak menyangka kalau bisa sehidup itu… Lah, siapa yang sangka kalau ada yang mengira aku benar-benar operasi plastik… π
Ayo, T… Nulis yuk… Bikin yang tebel setebel ganjel pintu gituh… hehehehe
Jah, template baru lagi? Aku mbok dibikinin satu to La…
Memang kamu kalo nulis di awal pembukaan ga ada kalimat pembuka CERITA INI HANYALAH FIKTIF BELAKA. Kesamaat nama tempat, orang atau peristiwa adalah kebetulan. Gak ngandel karepmu dewe.
Salam,
si Idung Tiarap.
Wahahahaha!
HUakakakakaka.. Kayak di pilem2 aja, Bro… π
Template ini gratisan, lho. Aku jelas nggak bisa bikin sendiri… Kalo bisa, mungkin aku udah bikin yang lebih aneh2 lagi… hehehehe…
Eh, Idung Tiarap itu my signature! Nggak boleh ngerebut, Boss! hehehehe
jujur untuk menulis fiksi atau non fiksi sama susahnya mba ketika saya mencoba membuat kisah asmara saya ma istri aja susahnya setengah mati
tapi sekarang sedang kembali ke jalur yang benar mencoba menulis kembali seperti semula setelah beberapa saat saya tinggalin
Menulis fiksi itu soal minat, ya, Om. Menurutku sih begitu. Kalau emang nggak minat nulis fiksi, yang ada ya susah banget untuk mulai. Orang yang kebanyakan mikir kayak aku ini pantesnya emang nulis fiksi, biar nggak cuman membebani pikiranku aja… π
jujur aja, aku harus belajar banyakkk….banyak banget dari mbak lalal…
novelnya aku punya loh mbak, keren…
aku menulis, masih jauhh banget dari sempurna, tapi ngebet pengen banget bisa nulis yg bagus.
Huaa.. kamu punya buku-ku tho? Nggak nyangka, euuyy… π Makasih yaaaa…
Tulisanmu bagus banget, Tary… Aku sering terkagum-kagum saat membaca tulisanmu… Keep doing the best thing you can do, ya, Tar… Ayo menulis.. π
Mbak bukunya sudah sampai dengan selamat π
Thx for packeting yaa.. π
Sama-sama, Ded…
Sorry for taking too long.. π
Gali terus La…
Suatu saat akan dapat cerita yang pas dan bisa meledak (bom kalee)….
Iya, Bang. Pasti. Aku bakal terus exploring my writing.. π
Sampai menemukan formula pas untuk meledakkan jagat pembaca… *cieeeh… keren amat kata-kataku.. hihihihi*
jadi kisah nyata juga boleh kok La… π
Hehehe…
Semoga aja malah berlanjut ke yang lebih nyata, ya, Chi.. hehehehe
Quote :
Hm, menulis tentang perempuan yang sedang tertarik dengan seorang lelaki yang tak pernah dilihatnya tapi begitu menarik perhatiannya sejak saling berinteraksi lewat sebuah blog, misalnya?
Wooh … aku curiga nih, curiga! Hahaha!
Emang bisa lho, tertarik pada orang yang belum pernah kita jumpa, dan hanya kita kenal lewat blog. Apalagi kalau blognya kayak blog Lala, orang yang belum pernah jumpa pun serasa kenal betul ‘seperti apa’ gadis yang bernama Lala.
Hehe..
Memang seringkali tulisan bisa mencermin karakter seseorang ya, Bun. Terlebih yang modelnya open diary seperti aku ini.. Bisa kentara banget siapa aku dan bagaimana aku.. hehehe…
Jangan curiga deh, Bun. Tapi didoakan aja… *kedip2* π
emang bener sekali La… bisa jadi siapapun plus menentukan nasib sesuai keinginan menutup cerita yaa…
tapi sepertinya kalo aku gak bisa La. Susah aku tuh berimanjinasi. Itu harus ada bakat.. hehe
kalo aku mungkin lebih ke bercerita kembali..
Fiktif atau tidak ??
Itu nomer dua …
Yang penting adalah Pembaca merasa senang dan menyimak tulisan kamu La …
Salam Saya
hayo…fiksi atau fiksi? π
jujur kalo saya kurang suka baca fiksi sih la,soalnya kalo fiksi itu untuk mendapatkan esensi dan intisari sebuah cerita (yg notabene bisa cuma ditulis dalam beberapa kalimat aja) harus menghabiskan waktu lama.
buat saya lebih enak dikemas dalam film,dimana bisa menghibur sekalian mendapat pesan hikmahnya dalam waktu gak lebih dari 3 jam (kebanyakan film ,kecuali yg bersambung)
makanya saya lebih suka sharing2 aja hehehe…
langsung ke kalimat atau kata2 saktinya. kalopun harus cerita ya dikit2 aja jangan panjang π
*bingung dulu sempet ngikutin serial kho ping ho hahahaha