akhir dari kisah empat manusia: Β saya, gua, gue, dan aku
Seorang gadis manis, bergincu pink lembut, beralaskan kaki flat shoes with strings, masih duduk di atas cushionsΒ sofa empuk berwarna merah marun sambil menikmati gerimis yang turun di balik kaca kafe yang mulai berembun. Sesekali, dia mengusap kaca tebal yang dingin ini. Merabanya dengan telapak tangannya, merasakan sensasi dingin yang entah kenapa begitu menggetarkan hatinya. Sesekali, dia menggerakkan ujung jemarinya dan membiarkan jemarinya itu menari-nari di atas kaca bagaikan seorang penari balet yang meliuk-liukkan tubuh lenturnya di atas panggung. Satu jemari itu menari, seolah penari kesurupan. Karena tanpa sadar, dia menulis nama itu.
Angga.
“Oh my God…” bisiknya perlahan sambil terburu-buru menghapus tulisan di kaca berembun itu. Tangannya bergetar saat menghapus nama seseorang yang tertulis tanpa disadarinya itu. Kenapa saya harus nulis nama Angga? Kenapa alam bawah sadar saya kini malah mengendalikan saraf motorik saya? Apa yang sudah terjadi? Dia menghela nafasnya, menyadari bahwa tingkahnya sudah mulai tidak waras. Continue reading