Sebuah cerita dengan nada suara meninggi, mengalir keluar dari bibir sahabat saya, si Tat, sepanjang perjalanan pulang kami dari acara shopping nggak penting tadi siang. Cerita yang disuguhkan itu seperti hidangan yang panas dan kepulan asapnya bikin mulutnya megap-megap semangat. She’s always like this when she’s talking about ‘this someone’. Seseorang yang dulunya adalah manusia yang ia puja, tapi akhirnya menjadi orang yang membuatnya tak berhenti mencibirkan bibir.
Ini bukan kisah cinta.
Ini tentang sahabat saya yang begitu mengagumi seseorang tapi harus berbalik membencinya karena sang Idola jauh berbeda dibandingkan yang pernah ia sangka selama ini.
This is what happens when you are too much into someone.
Ada perasaan menyesal ketika segalanya ternyata tidak melulu soal kembang, pelangi, dan kicau burung.. tapi ada juga tanah kotor, lumpur, dan bau kentut yang tidak ada indah-indahnya itu.
“Katanya aku harus bisa maafin dia, La… Kata temenku itu, aku harus menerima kalau ‘dia’ sudah berubah… Katanya, Tuhan aja Pemaaf, masa aku nggak…” mata si Tat memerah. Kesal sekali, ternyata. “So what, kalau ‘dia’ sudah berubah. Aku nggak bisa maafin dia, La. OK. Mungkin soal maaf itu, aku sudah melakukannya. Tapi berhenti saja sampai di situ. Aku nggak mau bermanis-manis lagi seperti dulu. Aku takut jadi orang yang munafik, La… Mendingan aku menjauhi ‘dia’ aja daripada harus bicara manis padahal hatiku benci banget sama dia…”
Hm.
Lalu akhirnya, saya jadi berpikir.
Sepagian ini saya menerima beberapa sms dari teman-teman yang masuk ke dalam ponsel saya. Mengucapkan selamat merayakan Hari Raya Idul Fitri sekalian minta maaf atas segenap kesalahan, lahir dan batin. Ketika membuka blog teman-teman pun, ramai yang mengucapkan hal yang sama, berikut dengan permintaan maaf mereka.
Apakah maaf itu adalah just good habit?
Ataukah maaf itu karena we’re sorry for things we done and said that hurted other people in the previous times?
Sampai batas mana orang bisa menyakiti kamu dan sejauh mana kamu bisa memaafkan kesalahan-kesalahan orang tersebut? Sampai sejauh mana kamu memberikan toleransi buat orang lain untuk mencabik hati kamu, meremuknya, meremasnya barangkali? Dan juga, sampai titik mana kamu bisa membuka pintu maafmu buat dia… without any hard feelings?
Seperti Tat yang tak bisa memaafkan lelaki aneh itu… is she wrong? Apakah dengan memutuskan untuk membenci seseorang yang telah menyakiti kita adalah salah?
Ya. Mudah saja untuk memberikan untaian kata-kata manis supaya Tat berhenti membenci ‘orang itu’. But when it comes to you….. could you? Seriously… could you?
… dengan kondisi, hati kamu tercabik-cabik dengan sempurnanya.. Kamu dibuat kecewa dengan amat sangat karena sikap-sikapnya yang arogan dan munafik… Sok baik, sok sempurna, tapi ‘plastik’. Saying not to do this, but doing that all the time… Dan memaki-maki kamu… Dan menghina kamu… Dan menuduh kamu sampai mata kamu memerah basah lalu kamu kehilangan segala kata-kata untuk melakukan self defense?
Bisakah kamu untuk tidak menjadi seperti sahabat saya?
Bisakah kamu memaafkan orang semacam itu ketika orang semacam itu tidak pernah menganggap segala attitude-nya bisa saja menyakitkan hati orang lain?
Ah…
Kalau kalian adalah termasuk manusia-manusia yang sangat pemaaf, maka beruntunglah kalian. Karena buat saya, orang-orang yang bisa memaafkan kesalahan orang lain, bisa memaafkan segala perilaku mereka yang telah mencabik-cabik hati… adalah orang-orang yang sungguh luar biasa hebat! Ya. You are amazing, guys!
Lantas… bagaimana dengan orang yang terlalu mendendam pada seseorang lalu tak bisa memaafkan kesalahan orang lain, seperti sahabat saya itu, si Tat?
Hm…
Sudahlah.
Kalau Tat tak bisa memaafkan orang semacam itu, biarlah dia melakukan apapun yang bisa ia lakukan untuk menghilangkan kesalnya. Saya tak bisa menasehatinya untuk menghilangkan kebencian itu, karena saya tahu, she’s all grown and she knows all the consequences. Saya tidak merasakan kesalnya, jadi saya tak bisa menganggap semua keputusannya adalah salah atau benar.
I just wish that I would never be in her shoes.
Jadi saya tak perlu merasakan kebencian yang teramat dalam sampai tak termaafkan… π
So.. so…
Can you really forgive someone?
Dan jika jawabannya adalah ‘Ya’, saya tanya satu hal lagi.
Is it forgotten?
Karena memaafkan kesalahan orang lain… mungkin jauh lebih mudah…. daripada ketika kita harus melupakan segala kesedihan, luka hati, dan sakit yang amat sangat perih, yang menjadi efek sampingnya…
…
Ah apapun itu…
Selamat berlebaran, Guys!
Maafin salah-salah Lala, yah… π