Blame my Sistah, Emi-Chan yang membuat adiknya yang super narsis ini semakin mengukuhkan ke-narsis-annya lewat situs keren myheritage.com, dimana dengan modal satu file photo, kamu bisa ber-GR-ria dengan kenyataan bahwa ada artis-artis luar negeri yang rela dimirip-miripin sama kamu!
Gara-gara baca postingnya yang ini nih, si Jeung Lala yang telah didiagnosis mengidap penyakit Narsis Stadium 4 (ya, Yessy Muchtar, my new friend, satu level sama kamu, Bu! Hahaha) ini iseng-iseng masuk ke situs tersebut dan voila… GA MAU SEGERA KELUAR DARI SANA!!! Payah euy… ๐
Menurut saran si empu-nya situs, kalau ingin menguji seberapa mirip kamu dengan selebritis dunia itu, try to upload more photos…. and.. yes. I did that. Dan walhasil… saya ketawa ketiwi sendiri (sambil ke-GR-an)… Kok ya bisa-bisanya wajah saya bisa mirip sama artis-artis cantik itu… Perasaan, saya cuman mirip Luna Maya kok… Nggak ada mirip-miripnya sama Kate Winslet atau Katie Holmes… Tapi, OK.. OK… kalau dibilang mirip kayak Angelina Jolie sih saya memang nggak bisa melarang, karena saya memang sering dibilang begitu…. (hahahaha, dosa nggak sih, boong di blog? ๐ )
Eniwei…
Ternyata, nih…
Kalau Lala lagi pasang tampang melas, sok cantik, dan lagi siap-siap mau berangkat nge-mal itu… saya mirip artis-artis ini…..
Terus, terus…
Kalau Lala lagi pasang aksi sok imyuuttt (yang sama sekali nggak imyuutt ituh! hehe), dandanan udah luntur, dan muka capek banget karena energi terkuras setelah seharian jalan di mal… saya bisa-bisanya mirip sama artis-artis inih….. (hey! saya mirip Kajol lhoooo!! waktu itu ada yang bilang kan… si Odie kalau nggak salah… Hehe, ternyata emang mirip yaah… *dan para pembaca langsung jatuh dari kursi semuah.. hihihi*)
Dan terakhir…
Kalau tampangย Lala di pagi-pagi, at Sunday Morning, setelah berenang sama keponakan-keponakan…. saya mirip sama artis-artis (baca=korban) berikut inih….
ย
See? Saya emang bener-bener mirip sama si Jolie itu kan? *dan para pembaca jatuh lagi dari kursi! hehe*
Eh, eh… ada si Nora Danish lagi! Apa saya emang mirip sama dia ya? Perasaan dia mirip banget sama Siti Nurhaliza dan saya nggak ada mirip-miripnya sama artis Malaysia yang cantiknya ampun-ampunan itu! Hadoooww…. nggak deh.. nggak banget… ๐
Intinya sih…
Situs ini emang cuman buat seneng-senengan doang.
Karena menurut saya, Sodara-Sodara sekalian….. hasilnya…. sama sekali NGGAK AKURAT!! Ini jujur.. Ini beneran… Daripada puasa saya batal atau minus pahala, mendingan saya jujur aja sekalian… ๐
Tapi, tapi…
Seandainya di situs ini ada database artis-artis lokal *termasuk Luna Maya*, mungkin hasilnya akan lebih akurat… Soalnya saya emang mirip sekali sama Luna Maya… Beti deh.. Beda tipis…. Maksudnya… Badan dia tipis dan badan saya nggak ada tipis-tipisnya sama sekali! Hahaha…
Ayo, ayo…
Yang narsis.. yang narsis…
Masuk ke situsnya dan silahkan ketawa ketiwi GR setelahnya! DIJAMIN! ๐
Seorang Istri duduk di depan cermin meja rias. Mematut-matutkan wajahnya di sana, wajahnya yang nampak sendu. Dia mendekatkan wajahnya sampai berjarak lima belas-an senti dari permukaan cermin, lalu kedua matanya mulai mencermati kerut-kerut yang ada di dahi, di sekitar mata dan bibirnya…
Lalu ia mundur lagi. Masih dalam diam, si Istri mengambil bedak tabur di atas meja rias dan mulai menaburkannya di atas wajahnya.
Selesai itu…
Dia menghela nafas.
Lalu menoleh pada saya sambil berkata perlahan, “Aku udah tua, ya, La…”
She’s a thirty three years old woman. Berkulit putih. Bertubuh berisi. Rambutnya bermodel bob pendek. And of course…. gorgeous.
Saya tersenyum. “Tiga puluh tiga sudah tua, ya? Baru tahu…”
Lalu dia memandang cermin di depannya sekali lagi. Kini mulai menyisir rambutnya. Nampak jelas gelisah itu menggayut di wajahnya. Saya jadi tak tahan untuk menanyakan tentang mendung gelisah di wajahnya itu.
“Kamu kenapa?” tanya saya, lalu duduk di atas ranjang yang persis di sisi kanan meja riasnya. “Wanna share?”
Si Istri meletakkan sisirnya sambil menghela nafas. Lalu menoleh. Lalu berkata, “Did you see my husband, this morning?”
Yes of course I saw him.
Tadi pagi kami sempat breakfast bareng.
Saya mengangguk. “So?”
“Did you really, really SEE him?” tanyanya dengan penekanan di kalimat ‘SEE’, seolah ingin memastikan bahwa saya benar-benar telah MELIHAT suaminya tadi pagi.
“IYA.”
Istri mendesah. “Jadi kamu tahu kan, kalau dia potong rambut…”
“Ya, dan aku godain dia kayak anak SMA aja…”
Istri tersenyum. “Itulah, La. He looks so young now!”
“Well, he does! Apa masalahnya? Dia terlihat lebih muda, lebih segar, lebih ganteng…”
“Hey, hey, don’t you get my point? Dia? Muda. Aku? I look so terribly old, La!”
….point taken, my dear. Point taken.
“Tapi kamu cantik, Say… Siapa bilang kamu keliatan tua?”
“No, Lala.. Nope. Aku sudah tua, aku nggak cantik, dan lihat badanku…. Dulu badanku nggak segini, La, waktu kawin sama Suamiku…”
“…”
“Karir dia bagus banget di kantornya, La… I know, mustinya aku bersyukur…. tapi… dengan pekerjaan yang bagus, wajah yang ganteng dan masih muda… I’m afraid…”
Lalu Istri diam.
Saya tahu persis apa yang ada di dalam pikirannya.
“…I ‘m afraid…”
“Yes, Dear?” Saya biarkan dia ungkapkan saja.
“….aku takut… sejarah itu akan berulang….”
***
Istri adalah sulung dari tiga bersaudara; tiga anak-anak yang lahir dari keluarga yang (tadinya) nampak harmonis lalu setelah itu sejarah telah menorehkan catatan berwarna hitamnya.
Menginjak usia remaja, ia harus kehilangan figur seorang Ayah yang begitu dia idolakan ketika sang Ayah memilih untuk bermain-main dengan perempuan lain, tanpa mempedulikan si Ibunda yang merintih mencintainya dan selalu membuka pintu maaf untuknya.
Ayah yang tak pernah sampai di rumah sebelum pukul sembilan…
Ayah yang selalu mencari-cari alasan untuk tidak di rumah meskipun hari Minggu adalah hari yang tadinya dipersembahkan hanya untuk keluarga..
Ayah yang kemudian membuatnya penasaran lalu berniat mengikutinya, sampai akhirnya ia tahu persis bagaimana rupa perempuan yang telah merusak kebahagiaan Ayah dan Ibundanya…
Ayah yang itu… Yang pernah menjadi segalanya… Lalu menjadi sosok yang tak bisa ia maafkan sampai hari ini…
Karena…
Istri melihat sendiri bagaimana Ibundanya menangis…
Tersakiti…. Merintih…. Lalu sakit… Lalu tak berdaya…. Lalu menyerah setelah menyadari bahwa apapun yang dia lakukan tak bisa membawa kembali suaminya ke dalam pelukan keluarga…ย
Dan sejarah itulah yang ditakutkan sang Istri akan berulang dalam kehidupannya.
Suaminya akan meninggalkannya…
Seperti seorang Ayah yang meninggalkan Ibundanya ketika sang Bunda mulai kehilangan daya tariknya…
***
Istri masih di depan cermin. Masih dengan pikiran yang melayang-layang pada sejarah masa lalu yang tak bisa hilang dalam isi kepalanya.
“Aku trauma, La,” kata si Istri akhirnya. “Aku takut sekali kalau sejarah itu benar-benar berulang…”
Di usia empat belas tahun, Istri sudah mampu merekam dengan baik setiap perilaku Ayahnya dan setiap tangisan Bundanya. Perselingkuhan sembilan belas tahun yang menguji hati Bundanya telah menciptakan satu pemahaman bahwa lelaki dengan wajah di atas rata-rata dan berkantong sedikit lebih tebal, akan rawan berselingkuh, apalagi kalau si perempuan pasangannya tidak mampu menjaga kecantikannya.
Ia percaya…
Ketika perempuan kehilangan daya tariknya…
Ketika kulitnya mengendur…
Ketika badannya menggemuk…
Ketika di wajahnya muncul kerutan-kerutan halus…
Ketika kelelahannya mengasuh anak-anak membuatnya tak sempat berdandan heboh untuk menyambut lelaki-nya pulang….
Ketika semua itu terjadi, komitmen pernikahan yang mereka ucapkan di depan penghulu, telah mereka letakkan di meja judi. Menanti… siapa yang kalah? Siapakah yang menang? Bisakah bertahan? Atau selesaikah sampai di sini?
….karena Bunda telah meletakkannya di meja judi, lalu kehilangan semuanya…
Hhh.
Saya sendiri belum menikah. Belum menemukan lelaki yang tepat untuk berkomitmen sehidup semati. Bukan kapasitas saya untuk memberikan nasehat-nasehat buat seorang Istri yang meragukan cinta suaminya, ketika ia mulai merasa tua, gemuk, dan tidak cantik.
Tapi karena ia adalah sahabat saya, ini menjadikan saya merasa berkewajiban untuk mengembalikan senyum manis itu kembali ada di wajahnya. Apapun caranya.
Dan sesaat sebelum saya pulang ke rumah, saya hanya bisa bilang begini:
“Siapa bilang kamu tidak cantik? Kamu cantik, kok. Dan kamu bilang kamu tua? Hey, you’re still thirty three! Lima tahun lagi aku akan di posisi kamu sekarang dan aku nggak mau dibilang tuaย saat itu…
Dan satu hal yang perlu kamu ingat….
Ayah bukanlah Suami.
Dan Suami, adalah lelaki yang berbeda.
He could be worse… or better….
Only time will tell you… and at the mean-time, berhentilah menguras energi untuk meladeni ketakutan-ketakutanmu terhadap sejarah yang berulang, karena percayalah, Sahabat… setiap orang memiliki sejarahnya masing-masing… dan kamu nggak boleh berprasangka pada Tuhan bahwa Dia sudah kehilangan ide untuk membuat skenario yang berbeda…”
Lalu sahabat saya tersenyum.
Memeluk saya.
Menangis di bahu saya.
Tanpa bilang apa-apa.
Dan saya memang tak perlu mendengarkan apa-apa dari mulutnya.
…saya sudah cukup bahagia ketika ia tersenyum melepas saya di depan pintu pagar……
(Ah, Sahabat… Be strong, ya? Kamu tahu, kamu adalah orang yang bisa menguatkan saya dalam masa-masa pedih saya… I need you to be strong, so then I can be stronger…. Promise me one thing to never underestimate yourself. You’re beautiful! You’re smart! You have your dream job!ย And, yes, you have two beautiful kids! You’ll always beย my picture perfect of a woman should be! Catat itu ya…)