archives

Archive for

JakartaPhobic

Jakarta.

Saya punya banyak alasan untuk membenci kota itu. OK. I don’t mind about the traffic yang katanya bikin stress pengemudi-pengemudi kendaraan bermotor. Sebabnya? Selama di Jakarta, saya nggak pernah nyetir sendiri dan merasakan urat kaki yang menegang karena bergantian menginjak kopling, rem, dan gas dengan interval pendek dan frekuensi sering. OK. I also don’t mind about the lifestyle yang katanya membuat timpang antara yang mampu dan tidak mampu. Sebabnya? Buat saya, selama mereka memang bisa, berarti kita nggak boleh iri. Mungkin mereka memang deserve to do that, berarti simpan saja segala caci maki yang sumbernya dari iri hati itu. Sudah, sudah. Jadi diri sendiri saja.

Lantas, alasan apa yang membuat saya benci dengan kota Jakarta?

Pertama…

Karena di Jakarta punya Pasar Asemka. Yang Papi bilang, “Itu tuh tempatnya jualan Barbie-Barbie yang murah La…” Dan pernah, sepulangnya dari liburan di Jakarta, Papi membawa pulang dua puluh boneka Barbie, lengkap dengan segala pernak-perniknya. Sebagai pecinta Barbie, saya musti rela rebutan nggak penting dengan keponakan-keponakan saya yang luthu-luthu itu. Ah… inget usia, Lala! 🙂

Kedua…

Herannya, di Jakarta itu kenapa sih banyak banget tempat-tempat sepatu, tas, dan baju yang murah-murah? Sebel, sebel, sebel. Karena saya ini doyan belanja *yang murah-murah lho… shopaholic ukuran ikan teri lah, maksudnya.. hehe*, kalau ngeliat barang murah, suka kalap jadinya. Betenya, meskipun di Surabaya sudah bisa dapet sendal lucu-lucu yang harganya murah.. eh ndilalah, di Jakarta harganya malah jauh di bawahnya! Huaaa… nangis nangis deh…

Ketiga…

Kenapa sih, Glodok nggak buka cabang di Surabaya? Jadi saya nggak perlu repot-repot pesen DVD (bajakan) lewat temen saya dan saya musti ekstra sabar buat nunggu barangnya sampai ke rumah *ya, pastinya, karena nungguin temen saya dolan ke Glodok lah! FYI, dia bukan yang punya toko, Sodara-Sodara…* Bayangin, nih. 5rb sudah bisa dapet satu DVD. Di Surabaya? Paling murah 6500. Itupun pake ngotot dan merayu-rayu segala. Juga pake acara beli minim 3. Kalau di Glodok… hmmm… nggak pake nawar juga dapet, katanya. Selisih 1500 itu lumayan lho… Apalagi buat pecinta DVD seri seperti saya… Satu seri aja bisa sepuluh keping sendiri, tuh.. Coba ambil kalkulator atau pake sempoa bayangan. Selisihnya udah tau kan? Banyak kan? Nah ituuuu.. ituuuu yang bikin saya beteee… 🙂

Tapi, nih, ketiga faktor itu memang bukan alasan major yang membuat saya benci dengan kota Jakarta. Ada satu alasan lagi yang membuat saya begitu benci dengan kota yang sebenarnya nggak punya salah sama saya itu.

Hmm… kalian tahu, nggak, apa alasan saya kenapa sampai segitu bencinya dengan kota Jakarta?

OK. Saya kasih tahu, ya…

Kenapa saya benci kota Jakarta…. karena…. di kota itu, ada satu mantan kekasih yang bikin saya bete surete semelekete pada kota Jakarta. Ya. Dialah yang memicu perasaan benci saya terhadap kota yang punya sejuta kenangan bersama dia. I remember the busway… Gimana saya dan dia musti antre di shuttlenya, sambil melihat satu orang ‘melambai’ yang ngelirik manja ke arah dia… Atau saat saya nggak bisa mengatur keseimbangan di atas busway dan hampir terjatuh, lalu akhirnya saya dan dia tertawa karena melihat ada satu orang perempuan dengan sepatu stileto berdiri dengan santainya tanpa ada rasa kuatir bakal terjatuh? I remember the nitewalks… Kelaperan, ngider cari makanan… Nemu satu tempat sate enak dan nongkrong sampai malam. I remember the shopping hours.. Saat dia ngomel-ngomel karena saya terlalu banyak membelanjakan duit hanya untuk sepatu-sepatu dengan model yang sama tapi saya maksa beli tiga pasang sekaligus karena suka banget sama warna-warnanya…

Dan yaa… semua canda-candaan itu.. jealousy itu… gandengan tangan itu…. dan setiap pertemuan dan perpisahan yang diakhiri dengan kecupan sayang di kening…

Yes. I hate Jakarta for that.

Karena di Jakarta, bersembunyi mantan pencuri jiwa yang kini entah ada di mana. Jakarta memang masih seperti rimba belantara. Bukan dengan pohon-pohon, tapi dengan gedung-gedung menjulang. Di situlah lelaki jahat itu bersembunyi. Lari dari hidup saya setelah saya percaya bahwa mungkin dengan dialah segala petualangan saya berakhir…

Sejak berpisah dengan laki-laki itu, saya nggak pernah terbayang untuk bisa menyentuh Jakarta lagi. Not after all the painful moments I had… Nggak… Saya nggak berani… Saya takut menyusuri kota Jakarta yang penuh dengan kenangannya. Saya takut menginjakkan kaki di bawah langit yang menaungi tempat sembunyinya. Saya takut… saya akan terkenang lagi dengan dia…

Padahal…

I love Jakarta.

Ada beberapa teman baik yang menunggu saya di sana. Mbak Neph… sahabat masa kecil saya. Inang dan Naleng, teman-teman kantor (Naleng udah keluar, sih) yang cerewet dan bawel *kami bertiga ini memang kompak! Pantesan, cargo-nya mlorot mulu.. hahaha.. boong, boong… nggak ada hubungannya kaliee…*. Terus ada Bachry, Dedy, Ubay… tiga orang cowok yang selalu baik nganterin saya kemana-mana selagi ada di Jakarta…

Rasanya naif sekali, ya, kalau saya membenci Jakarta dan memutuskan untuk ‘jauh-jauh’ saja darinya hanya karena satu orang jelek yang merusak segalanya?

Sampai akhirnya…

Saya menemukan dunia ini. Blogsphere. Kecanggihan teknologi yang mengantarkan saya pada persahabatan Asunaro, gang Empat Sekawan beranggotakan EmiChan, Om NH, Abang Hery, dan saya. Pada persahabatan dunia maya yang sekaligus membawa kembali ketakutan saya.

kopdar… di Jakarta.

Damn.

Harus Jakarta ya? Kenapa kalian nggak ke Surabaya aja sih? 🙂 Atau kumpul-kumpul di Bandung gitu, sambil makan bubur ayam enak dan belanja-belanja jeans? Atau nongkrong di mana gitu, sambil metik buah stroberi?

Tapi, again, itu bukan pilihan, dan naif sekali kedengarannya kalau saya bilang begini, “Jangan kopdar di Jakarta dong, saya tuh takut banget bakal keingetan sama orang ini…”

Iiihhh….. nggak banget, kan?

Itulah.

Karena saya nggak mau dibilang naif… Karena saya juga nggak mau dibilang terlalu terjebak dengan masa lalu… dan juga karena daripada saya dipaksa untuk kopdar di Tokyo, tempat EmiChan *gila Bow.. duit dari mane???*… akhirnya… saya memutuskan untuk melakukan ini.

I’m going to Jakarta.

From tomorrow… till ten days ahead.

Seandainya saya ketemu orang jahat itu di pusat keramaian… then let it be.

Seandainya saya tiba-tiba keingetan sama kenangan-kenangan saya di Jakarta dengan dia… then let it be.

Seandainya saya ketemu dia jalan dengan kekasihnya, perempuan yang dia bilang, “Dia bukan siapa-siapaku, kok… Aku lebih memilih kamu…” lalu setelah berbulan-bulan menghilang saya baru tahu kalau mereka akan menikah, itu…. then… dammit. Saya musti ajak EmiChan buat balik arah lalu jalan menjauh dari mereka… Nggak apa-apa, ya? Daripada saya nangis di pinggir jalan dan jadi tontonan orang-orang? 🙂
Sampai detik ini, saya masih merasakan ketakutan itu. Masih merasakan kekuatiran itu. Entahlah. Kalau soal cinta, apakah saya masih cinta dengan orang satu itu. Padahal sementara.. di saat yang sama, sekarang ini, ada seseorang yang begitu baiknya menerima saya yang narsis, gebleg, dan moody ini…
Hhhh…
Entahlah…
Saya sih berharap, semoga EmiChan, Om Nh, dan Abang Hery bisa membuat kunjungan saya di Jakarta menjadi kenangan yang tak terlupakan… Sehingga ketika mendengar kata Jakarta, yang terkenang bukan lagi kenangan saya dengan orang jelek itu… tapi kenangan-kenangan indah saya dengan Asunaro, sahabat-sahabat saya… 🙂
So, Guys…
Red carpetnya sudah dilaundry kan?
Ayo, cepet digelar… Besok saya sudah dateng lhoooo… ^^

Catatan Harian

July 2008
M T W T F S S
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
28293031  

Celotehan Lala Purwono