Siang tadi, seorang kawan lama, Cicil, *mantan karyawan di perusahaan yang menaungi saya sekarang* menelepon dan mengajak makan siang di sebuah mal dekat kantor. Ya sudah. Sekalian kangen-kangenan, saya langsung ambil dompet, ambil HP, dan langsung turun ke parkiran. Eh, di dalam mobil sudah ada dia dan dua teman yang lain, Yoenoes dan Meme. Berangkatlah kita ke ITC…
Di perjalanan yang macet itu, meluncurlah sebuah cerita dari mulut Yoenoes, teman saya.
“Eh Cweet *panggilan akrab Yoenoes ke saya*, elu tahu nggak, tadi pas gua lewat sini, gua ngeliat tukang becak yang ngayuh pake satu kaki…”
Dalam bayangan saya, si tukang becak itu pasti bergaya slenge’an… Ngayuh becak aja pakai satu kaki.. Gaya banget…
“Gaya-gayaan gitu?”
“Gaya? Ya nggak lah, Cweet. Tapi karena emang kakinya cuman satu.. Sebelah kiri doang…”
Seketika itu juga saya langsung merasa bersalah. Oh My… saya udah berburuk sangka…
“Serius lo, Nyus?” tanya saya sambil membayangkan betapa sulitnya mengayuh becak yang berat hanya dengan modal satu kaki saja.
“Ya iya lah, Cweet. Masa gua boong sih…”
Dan mengalirlah cerita Yoenoes soal tukang becak yang ditemuinya tadi. Si Bapak Tukang Becak itu berumur lima puluhan. Badannya kurus dan pastinya tidak seperti tukang becak lainnya yang masih berusia muda. Sebelah kaki kirinya mengayuh dengan semangat mengantarkan penumpang yang entah kemana. Wajahnya tidak nampak lelah. Wajahnya begitu sumringah. Ah, mungkin dia sedang membayangkan beberapa lembar ribuan yang akan masuk ke dalam kantongnya setelah penumpang ini turun, jadi dia begitu semangat sekali mengayuh pedal becak hanya dengan satu kakinya yang tersisa.
Cerita ini membuat saya sangat sangat tertampar.
Bagaimana nggak tertampar?
Seringkali saya merasa seperti ini.
Aduh, capek banget musti ke kantor, padahal setiap hari sudah enak diantarjemput oleh Bro tercinta dengan mobil sedannya, kemana-mana tinggal buka pintu mobil dan duduk nyaman di sana *ya, kadang juga naik angkot, tapi bisa dipastikan, sangat jarang sekali*, tapi entah kenapa masih selalu dihinggapi rasa malas yang luar biasa kalau harus ke kantor, apalagi kalau sedang menstruasi, apalagi kalau mood sedang nggak banget…
…padahal di saat yang sama, seorang Bapak Tukang Becak yang berkaki satu itu mungkin sedang menyiapkan becaknya, lalu sarapan sebentar dengan anak, istri, dan cucu-cucunya, kemudian setelah itu berpamitan dengan keluarga tercinta untuk mencari rejeki di jalanan… ya, masih dengan kakinya yang hanya sebelah itu.
Tertohoklah saya.
Semakin tertohok, lebih tepatnya.
Ahhh….
Sampai detik ini, saya masih nggak janji untuk bisa menghilangkan rasa malas saya ketika kelak saya bangun pagi dengan mood yang nggak banget dan memutuskan untuk membolos kerja…
Tapi saya janji dengan hati saya sendiri, saya akan terus mengingat cerita Bapak Tukang Becak Berkaki Satu itu, setiap saya merasakan kemalasan yang amat sangat…
Semoga ini bisa mengubah saya.
Semoga saja.