archives

Archive for

it’s just a freaking name…

Sahabat saya, Lin, yang dalam beberapa postingan terakhir tentang dia berisikan kegundahan hatinya akan a love without feeling dan ketika dia mengalami kesulitan yang super dahsyat saat harus membayangkan laki-laki yang belakangan mendekatinya itu di dalam hatinya, sore tadi menelepon saya.

Sesi curhat selama 10 menit yang musti diakhiri dengan amat sangat terpaksa karena ada telepon penting dari Bos, itu masih terngiang sampai malam ini, ketika saya duduk di depan laptop, menanti 10 o’clock romance, pastinya dengan pacar tercinta.

Tanpa banyak basa-basi, Lin cerita panjang lebar soal Oby, laki-laki yang belakangan dekat dan sukses mewarnai hari-harinya. Setelah dia merasa kebingungan dan merasa sangat aneh karena tak bisa membayangkan Oby di dalam hatinya *tidak seperti Rogal, si tengil kutu kupret yang sudah membuat sahabat saya nangis-nangis darah, one f**king year*, she decided to let it flow. Mengalir saja. Entah ke muara yang mana, tapi Lin makin meyakini bahwa tidak ada salahnya untuk membuka hati, bahwa mungkin saja cerita ini akan menggelinding ke arah yang jauh lebih menyenangkan. She actually understood what I’ve said earlier… that we’ll never know… what future that lies ahead us… even a second ahead. Karena ini masih misteri dan semuanya adalah makhluk-makhluk buta yang tak tahu bagaimana masa depan, let’s go blind together.. and holding hands… πŸ™‚

Lin memutuskan untuk membuka hati. Beberapa janjian kencan dan sms-sms ‘nggak penting’ layaknya orang yang sedang PDKT membuat Lin merasa begitu dekat dengan laki-laki yang tadinya tidak terbayang akan memberikan perasaan aneh ini.

But it’s not a shivering thing, La…” kata Lin tadi. “I know, gue kangen dia.. Nope, nggak, sih,Β mungkin bukan kangen, tapi kehilangan dia… ya,Β kehilangan perhatian dia, ketika gue nyoba untuk mengurangi SMS, berhenti menelepon…”

“Dan kenapa lu lakuin itu, Lin?”

“Karena gue ingin tahu, apa gue ngerasa kehilangan dia… or not…”

“Dan ternyata?”

“…ternyata…. gue kehilangan perhatian-perhatian itu. SMS-SMS nggak penting itu. Telepon yang nggak bermutu itu…… Ah, La…. it doesn’t feel right…. but it feels so good…”

Sampai di situ saya hanya tersenyum mendengarkan kalimat Lin. Untuk seseorang yang sudah cukup philophobia, trauma pada cinta, setelah jatuh cinta lalu musti sakit hati karena semua tidak seperti yang dia inginkan, bercerita soal lelaki yang sama sekali tak terduga bisa menerobos masuk ke hatinya lalu memberinya warna-warna seindah pelangi… it’s so damn wonderful.

“Do you enjoy being with him, Lin?” tanya saya, setelah membiarkan beberapa detik lewat untuk tersenyum sambil membayangkan wajah sahabat saya yang pastinya penuh dengan pendaran bintang-bintang itu.

“Hmmm… iya. Gue nyaman banget, La. Seneng aja bisa deket sama dia. Tapi…. tapi ini bukan.. hmmm…. it’s not a love. Gue pernah ngerasain cinta, jadi gue yakin banget ini bukan cinta. Ini cuman rasa nyaman dan tiba-tiba gue ngerasa kehilangan ketika kenyamanan itu nggak ada…”

Lalu saya tertawa kecil.

“Lin… emang penting ya apa nama perasaan yang elu rasain itu?”

“Maksud elu, La?”

“Ya, maksud gua begini. Kenapa juga lu musti wondering around, asking the name of this wonderful feeling that you’re having right now? Will it make any difference?”

“Hmmm…. menurut elu, La?”

“Ya, menurut gua gini, Say. Sori, gua ngasih analogi yang agak aneh, tapi let’s say… perasaan yang bikin elu excited ini namanya Lemper. Lu tau kan, Lin, biarpun Lemper itu nggak dinamain Lemper… tapi Ketan Isi Daging, atau Daun Pisang Gulung Ketan, atau apalah namanya… tapi rasanya tetep sama kan? Tetep lemper, kan? Tetep enak, kan?”

“…”

“Maksud gua adalah, what really matter is…. your feeling. Apa yang hati elu rasain, Lin. Mau disebut apa saja, selama perasaan itu bikin nyaman, why don’t you just live with it.. deal with it.. and just enjoy every inches of it? Tak perlu nama tertentu untuk menerjemahkan apa yang kamu rasakan, Say. As long as you’re happy, rite? C’mon… it’s just a freaking name… why bother to think about it?”

You really think so?”

Are YOU really happy?” Saya balik bertanya.

Dan sahabat tercinta saya itu hanya berkata, “Ya, La… Gue bahagia….”

And when I heard her saying those stuffs… I just knew… that someday somehow… she’ll fall in love again…. Maybe not now, maybe not tomorrow… But I am so damn sure, that someday… she will….

…. and someday, La… someday… you’re gonna have the love that you really deserve…. and really, really deserve you…. *menunggudengansabar.com*

a fake mind reader

Pertengkaran pertama di hari Senin ini adalah dengan Pacar tercinta. I barely couldn’t talk to him karena perasaan saya sedang kacau, campur aduk antara perasaan lega karena ternyata dia nggak kenapa-kenapa *faktor sibuk dan nggak sempat untuk berkomunikasi* dan perasaan marah *karena saya orang yang mudah panik dan kalau sedang PMS gini, bisa gampang meledak (hey, I’m a dynamite… remember? πŸ˜€ )*

He called me at 13.22 PM. After having a lot of talking and crying (saya yang nangis, bukan dia.. hehe), saya baru sadar, kalau semua ini adalah a little miss understanding. Selisih paham yang sebetulnya tidak perlu terjadi jika kita bisa berkomunikasi dengan baik atau menyampaikan apa yang kita rasakan instead of assuming that our partners know what’s inside our minds.

Karena saya bukan mind reader and neither he is, selisih paham seperti itu akhirnya terjadi juga. Saya memang orang yang meledak-ledak, super moody, dan terlebih saat PMS yang membuat segalanya jadi makin kacau saja. I could be a true psychologist to others but not for myself.. πŸ™‚ Telepon dari Pacar membuat saya somewhere in between, sehingga saya berkali-kali bilang sama dia untuk menutup telepon saja sebelum saya mengatakan kata-kata yang mungkin saja bakal saya sesali di kemudian hari. Tapi berkali-kali pula Pacar meminta maaf dan bilang begini, “I didn’t mean to do that… I didn’t mean to neglect you… or tease you… I was so busy doing all my works here… I’m not going anywhere…

Dan bilang begini juga, “You could’ve just sent me a text message, right?”

Lalu saya marah. “Hey, I’ve sent a text message but you turned off that cellphone. Aku nggak bakal freaked out begini tanpa alasan yang jelas…”

… saya marah begini.. emosi jiwa begini… sebenarnya karena saya khawatir sekali dia kenapa-kenapa… Karena nggak biasanya, pagi saya terlewatkan tanpa suaranya di speaker ponsel saya… Dan sumpah, ini juga karena saya kangen sekali sama dia…

Kenyataan bahwa ini adalah sekedar salah paham, mengingatkan saya pada peristiwa seminggu yang lalu, saat latihan tari Yosakoi di Lapangan Koni *which btw, kelompok IMC (saya dan teman-teman) jadi juara Umum kategori Semangat, lho…* I was so damn angry with one of the girls, let’s call her A. Seseorang yang begitu egoisnya mengatur orang lain sementara dia sendiri menolak untuk diatur. Dan satu hal, dia menolak untuk berlatih di lapangan yang panas karena dia sedang memakai kaos you can see lalu memilih untuk menempati posisi yang bukan posisinya, sehingga membuat formasi menjadi berantakan. Lalu, yang menjengkelkan, dia malah dengan entengnya bilang, “Terserah gua dong, mau latihan di mana… Kalau panas satu, panas semua dooonggg… ” (apalagi dia menolak untuk memakai jaket, karena takut kegerahan! ooo.. c’mon…)

…padahal kita semua tahu, kalau kita semua tahu dimana saklar untuk meredupkan cahaya matahari, pasti sudah kita turn off dari tadi πŸ™‚ Gilingan, panas banget boowww…. *dan ya, saya juga memakai baju lengan super pendek!*

I needed time out. Someone had to say something dan siang itu, rupanya saya yang ‘ketiban sial’ untuk melakukannya *one of the leaders cuman bisa marah di belakang.. saya? Hem… that wasn’t a heroic thing to do, but something that I SHOULD do* Saat break, saya ungkapkan saja keberatan saya. Hei, sekarang kan latihan formasi, bukan latihan gerakan. Semua orang HARUS WAJIB KUDU berada di posisi yang sudah ditentukan. Dan ya, saya bilang juga, if I could turn off the sunlight… I would. But hey, kita kan nggak bisa melakukannya? So, deal with that…

Rupanya dia emosi jiwa. Dan yang paling membuat saya marah adalah… she threw two Narukos *semacam kayu , dengan beberapa bilah kecil-kecil yang berbunyi kletak kletok jika beradu, dan ya, ini adalah alat wajib yang dibawakan saat menari Yosakoi* at my face! Geez… Lalu dia bilang, “Kamu tahu, La??? Tadinya aku udah nggak mau dateng latihan karena ada masalah. Kalau bukan karena B dan C yang SMS-in aku, nggak bakal deh aku mau dateng…” Then she ran away, menjauh dari saya setelah melempar kayu-kayu itu di depan muka saya.

I was so damn emotional. Gila aja. Untung Naruko-Naruko itu nggak kena muka saya. Kalau iya? Hm, bisa geger lapangan Koni.. dan ya, the dynamite’s ready to explode πŸ˜€

Lalu saya kejar dia dan bilang, “Aku bukan mind reader yang tahu kamu lagi ada masalah atau nggak, A. Dan nggak seharusnya kamu melibatkan emosi kamu di lapangan, di saat orang lain berlatih dengan sungguh-sungguh, kamu malah bilang, terserah gua, terserah gua…”

“Tapi kamu juga musti jaga omongan, La… aku lagi ada masalah…”

Not everybody has to understand you. Dan FYI, kamu tadi nggak woro-woro ke seluruh teman-teman kalau kamu lagi ada masalah kan? Mana kami tahu kalau hati kamu lagi aneh? Kita di sini buat latihan dan apa yang sudah kamu lakukan telah membuat formasi berantakan… As simple as that.”

Semakin marahlah dia…

Membentak-bentak saya dengan kasar….

Dan akhirnya membuat saya harus berlari ke mushola, untuk menenangkan diri dan pikiran dari segala emosi yang membuat saya menangis itu… There, *entah sholat saya itu berpahala atau tidak — karena nggak khusyuk*, during I prayed… I was crying…

Pertengkaran itu memang selesai dengan damai. Saya memutuskan untuk minta maaf dan ternyata, she did the same thing, at the exact same moment. Kami berdua menangis, menyesal telah mengeluarkan kata-kata yang saling menyakiti hati masing-masing. Kami berdua bukan mind readers, yang tahu what to and not to do. Kami nggak tahu apa yang sedang bergumul di hati orang lain dan sisi mana yang sedang sensitif dan tak boleh tersentuh.

Peristiwa itu terbayang lagi hari ini, ketika pertengkaran Senin Pagi dengan Pacar membuat air mata saya mengalir deras dan mata saya sembab. Bahwa ya, kita memang bukan mind readers, kita nggak bisa tahu apa yang sedang berkecamuk di dalam hati seseorang, apa yang sedang ia pikirkan, masalah hebat apa yang membuat tingkahnya menyebalkan, dan kenapa dia melakukan semua yang membuat kita emosi jiwa begitu…

Tapi… setelah hari ini… saya mencoba untuk menjadi seorang fake mind reader.

Kenapa?

Karena saya ingin mencoba untuk memahami apa isi kepala orang-orang lain, mencoba menempatkan diri saya di posisi orang lain, dan mencoba untuk mengerti bahwa apa yang mereka lakukan dibarengi dengan alasan-alasan yang sungguh sangat spesifik…

Ini bukan soal mengalah.

Ini bukan soal kamu nggak punya harga diri atau nggak berani untuk stand up for your feelings.

Ini soal kamu menghargai orang lain.

Dan semoga, jika kamu, juga saya, bisa menghargai orang lain… then they will do the same thing for us.

Kalau mereka nggak melakukan hal yang sama buat kita….. ya sudah…. Emang kamu keberatan, ya, jadi orang yang baik? πŸ™‚

….

ps. untuk Pacar, I’m really sorry… I’ve learned something. Thanks ya…

sedang sakaw… help!

Suatu kali, saya pernah bilang sama Pacar kalau saya sudah kecanduan. Okay, stop what you’re thinking rite now, karena kecanduan yang saya maksud bukan ketergantungan saya pada narkoba dan alkohol. Lantas, saya kecanduan apa?

Hm, I am addicted to…. him. Ya. Pacar saya itu. Yang twenty four-seven selalu menemani saya. Oh tidak. Saya tidak bicara soal kehadiran dia di samping saya, tapi soal dia yang selalu ada setiap saat saya butuhkan. Whenever I feel sad… whenever I need someone to talk to… Dia selalu menyediakan waktu terbatasnya untuk mendengarkan omelan saya. Okay. Tidak dalam waktu sekejab. Tidak juga dia berlama-lama mendengarkan saya curhat. Tapi IYA, dia selalu menyempatkan beberapa menit dalam waktu sibuknya untuk mengirim SMS yang isinya, “R U OK?” dan lalu beberapa saat kemudian, telepon darinya pun berdering, meskipun tidak untuk ngobrol panjang lebar karena keterbatasan waktu yang dia punya.

Tapi, four-five minutes of his voice can really drive my problems away!

Ketika saya bilang, saya sudah kecanduan sama, Pacar hanya tertawa. Ganja kali, bikin candu…

Meskipun saya pun dengan sekuat tenaga memaksa dia untuk meyakini, bahwa saya terheran-heran dengan dia, yang seolah terbuat dari semacam candu, yang membuat saya nggak pernah ingin berhenti untuk terus mencanduinya… Ingin selalu ada di dekatnya, merasakan kehadirannya, bahkan mendengarkan segala kebiasaan bersendawa-nya yang mungkin buat sebagian orang adalah hal yang nggak banget…

….. blogger lagi inlop, jangan protes… πŸ˜€

Sampai suatu ketika, saya menyadari bahwa adiksi ini membuat saya hampir tak bisa leluasa bergerak. Segala perhatian, tercurahkan sepenuhnya buat Pacar. Apa yang ada di isi kepala, melulu soal Pacar. What he’s doing… is he thinking of me… is there anyone else beside him…. or should I worry about the distance that lies between….

Kecanduan ini sungguh menyiksa saya. Apalagi, hari ini.

I cannot reach him… over the phone.. over the chat messenger…

Saya seperti kehilangan segala macam daya untuk melakukan apa-apa yang positif dan malah nggak bisa berkonsentrasi untuk meneruskan pekerjaan yang due date besok pagi…. *aaarrrggghhh*

Oh, seandainya dia rajin membuka blog saya dan melihat posting yang berdarah-darah ini… I wish, he calls me… and calms my thunder…

Karena saya sedang sakaw….. HELP!

*posting mellow yellow yang nggak akan masuk di buku debutan saya, ya, Bang.. hehehehe…*

update: HE CALLED ME, 13.22 PM.. horeeeeeyyy!!!

….shinpaishinaide

Saya sedang mengerjakan laporan Overtime yang due date besok pagi ketika saya sadar kalau hari ini adalah tanggal 7 Juli. Ini bukan hari Senin biasa, atau hari-hari Selasa sampai Minggu lainnya. Tapi hari ini terasa begitu menggetarkan hati ketika saya menyadari, bahwa at the exact date, 6 years ago, Mami tercinta saya menghembuskan nafas yang terakhir di pelukan Papi, di samping seorang anak puterinya yang berumur 22 tahun dan masih nggak percaya kalau siang itu adalah hari yang terakhir….

Nope. I’m not gonna write something sad in this sunny morning. Mood saya pagi ini sudah cukup kacau *karena kerjaan yang tumben-tumbenan seabrek-abrek itu — biasanya saya pengangguran tersamar… wekekeke* and writing the sad story is the last thing in my mind, tapi saya malah terinspirasi untuk menulis tentang kekhawatiran.

Apa hubungan momen kehilangan saya enam tahun yang lalu dengan kekhawatiran?

Jadi begini. Enam tahun yang lalu, ketika saya harus kehilangan seorang Mami tercinta dengan sangat sangat mendadak *tidak sakit, tidak mengeluh apa-apa, she just gone*, saya seperti limbung dan susah untuk berpijak di atas tanah. Selama 22 tahun, rumah saya selalu harum oleh masakan Mami, ramai oleh teriakan lucu Mami saat bermain Nintendo, atau merdu oleh lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an yang meluncur dari mulut Mami setiap malam, setelah sholat Isya’. Selama 22 tahun saya terbiasa bergantung kepada seorang Mami, meskipun ada beberapa saat ketika saya marah dan membenci peraturan-peraturan yang dibuat Mami, tapi saya tahu, saya tak pernah bisa berhenti mencintainya… Mami adalah Ibu saya. Matahari tempat saya berporos. Tanpa Mami, saya nggak tahu harus bagaimana…

Saat itu, saya benar-benar nggak tahu harus melakukan apa setelah hari ini. Would days be the same? Siapa yang akan mengingatkan saya untuk sholat? Siapa yang akan menyuruh saya untuk pulang ke rumah dan berhenti untuk ngeluyur setelah pulang kuliah? Bagaimana saya musti menghadapi kesedihan saya nanti? Bagaimana kalau saya kangen sama Mami? Bagaimana kalau saya ingin bertemu dengan Mami? Adakah provider ponsel yang bisa menghubungkan saya dan Mami di alam kubur sana? Bisakah kami bertukar SMS jika sewaktu-waktu saya ingin bercerita?

what would my life be?

what if I couldn’t live my life without her?

Itulah ketakutan-ketakutan saya saat itu. Ketakutan seorang anak perempuan berumur 22 tahun yang baru kali ini menghadapi kepergian seseorang yang paling dicintai, persis di depan mata kepalanya sendiri. Melihat Mami yang tersengal-sengal, sesaat sebelum menghembuskan nafas yang terakhir, lalu menyunggingkan senyuman yang sangat manis di wajah cantiknya.

Ketakutan-ketakutan itu begitu menghantui saya dan membuat saya menangis setiap harinya.

Saya benar-benar khawatir… bahwa setelah Mami pergi… saya tak bisa menghadapi hari lagi, seperti hari-hari kemarin, ketika Mami begitu cerewetnya dengan kebandelan saya….

Sampai akhirnya, saya memutuskan untuk deal with it, day by day. Tidak merencanakan semacam rundown or making ‘What to Do’ list, tapi mencoba untuk menjalani saja hari-hari yang memang sudah disediakan oleh Tuhan untuk saya kacaukan.. hehehe…

Dan hari ini, tepat enam tahun setelah Mami pergi…… ternyata, saya bisa juga melewati hari-hari terburuk itu, hari yang dipenuhi ketakutan, kekhawatiran, dan kesedihan…

Yep. There were those moments when I missed her…. There were those moments when I cried and needed to talk to her… There were those times when I just needed to be hugged… But, I got through those challenging moments, somehow. And time has brought me here, July 7, 2008, where I sit down in front of my notebook and write a story about her, with smile… πŸ™‚

Jadi…

Shinpaishinaide. Artinya, jangan khawatir. Do not worry. Seperti episod kebahagiaan yang harus berakhir, some times, segala episod kesedihan akan berakhir juga, somehow. Hidup tidak melulu bahagia, tapi juga tidak melulu sedih. Mungkin itulah yang membuat hidup disebut juga Panggung Sandiwara, seperti kata-kata rocker gaek Achmad Albar. Full of dramas. Bitter… sweet…. all mixed up in to a great formula of life.

Kalau kamu membiarkan world revolves as usual,Β  membiarkan waktu bergulir dan percaya bahwa someday somehow kamu akan melewati semua ini…. Saya berani jamin, one day you’ll wake up and realize, kalau kejadian yang kamu takutkan itu… sudah berakhir.

It’s up to you Guys.

Percaya bahwa waktu akan membereskan segalanya dan menjalani day by day with all the strength you have?

Atau ini….

Memilih untuk terus ketakutan dan membuat hari-harimu penuh dengan kesedihan dan kekhawatiran?

….hmmm… take your time, Guys…. take your time…. πŸ™‚

Catatan Harian

July 2008
M T W T F S S
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
28293031  

Celotehan Lala Purwono