“Awas kalau lo nekat balik sama dia, Sas!”
Kata Daanish di telepon.
“Gua jitak bolak-balik kalau lo masih mau terima dia, Sas!”
Laura emosi di sms.
“Kita udah warning elo, ya, Sas. Jangan sampai lo lupa kalau kita sudah ingetin lo…”
Dengan kompaknya trio kwek-kwek, Ratna, Pingkan, dan Nabila berkoar-koar kejam.
Cuman Erick yang menerimanya dengan santai.
“Lo dengerin aja apa maunya, Sas… Dari situ, baru lo bisa tahu apa yang mesti lo lakuin…”
Semua komentar itu keluar setelah gue menyebarkan informasi kalau Robbie, my ex future husband, akan datang ke kost pukul delapan malam.
Yes.
He called me.
On my cell.
Menjelang pukul delapan, gue masih duduk di depan meja rias. Memandang pantulan wajah gue sendiri di cermin. I see an emptiness. Gue juga melihat ada keraguan yang menyelimuti wajah gue.
I’m a creep… I’m a weirdo
What the hell I’m doing here?
I don’t belong here…
Apa yang gue harap, sih?
Robbie bilang kalau dia masih mencintai gue dan meninggalkan Jo yang sudah mempersiapkan hari besarnya?
Robbie bilang kalau semua ini bohong dan Laura menjadi aktris pemeran pembantu kesuksesan drama berujung bahagia ini?
Gue berkaca lagi.
Sudah berapa kali gue ganti baju supaya menemukan baju yang cocok dan membuat gue terlihat lebih cantik? Sudah berapa kali gue akhirnya terduduk di atas ranjang dengan air mata yang berderai tanpa kendali?
Yes. I cried.
Cried.. a river.
Belum lama, hp gue berbunyi.
Ada SMS masuk.
Udah di luar.
Sender: Jelangkung
Gue menata napas gue.
So, this is it.
The closure.
to be continued
behind the door (23) : the answers